Selasa, 14 Oktober 2014

SILOGISME BAHASA INDONESIA
Istilah dalam silogisme
     Kita mungkin, dengan Aristoteles, membedakan istilah tunggal seperti Socrates dan istilah umum seperti orang Yunani. Aristoteles lebih lanjut dibedakan (a) istilah yang bisa menjadi subjek predikasi, dan (b) istilah yang bisa digambarkan tentang orang lain dengan penggunaan kopula (ini adalah). (Seperti predikasi adalah dikenal sebagai distributif sebagai lawan non-distributif seperti di Yunani sangat banyak. Hal ini jelas yang silogisme Aristoteles bekerja hanya untuk predikasi distributif karena kita tidak bisa alasan Semua Yunani adalah binatang, binatang yang banyak, oleh karena itu Semua Yunani sangat banyak ) Dalam pandangan Aristoteles. segi tunggal adalah jenis (a) dan istilah umum tipe (b). Jadi Pria bisa didasarkan dari Socrates tetapi Socrates tidak dapat digambarkan tentang apa-apa. Oleh karena itu untuk memungkinkan istilah yang akan dipertukarkan – yang akan baik dalam posisi subjek atau predikat proposisi dalam silogisme – syarat harus istilah umum, atau istilah kategoris karena mereka datang untuk dipanggil. Akibatnya, proposisi silogisme harus menjadi proposisi kategoris (baik secara umum) dan hanya menggunakan istilah silogisme kategoris kemudian disebut silogisme kategoris.
     Hal ini jelas bahwa tidak akan mencegah istilah tunggal yang terjadi dalam silogisme – asalkan selalu dalam posisi subjek – tetapi seperti silogisme, bahkan jika valid, tidak akan menjadi silogisme kategoris. Salah satu contoh seperti akan Socrates adalah seorang pria, Semua manusia fana, oleh karena itu Sokrates adalah fana. Intuitif ini adalah sebagai berlaku sebagai Semua Yunani adalah laki-laki, semua manusia fana karena itu semua orang Yunani adalah fana. Untuk berpendapat bahwa validitas dapat dijelaskan oleh teori silogisme akan perlu untuk menunjukkan bahwa Sokrates adalah seorang pria adalah setara dengan proposisi kategoris. Bisa dikatakan Socrates adalah seorang pria adalah setara dengan Semua yang identik dengan Socrates adalah laki-laki, jadi non-kategorikal silogisme kita dapat dibenarkan dengan penggunaan BARBARA di atas dan kemudian mengutip kesetaraan.
     Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain.
 Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua:
 1) deduktif.
 2) induktif.
     Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum / universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual.
  • Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut :
1. Semua siswa-siswi kelas XII IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 % dan memuaskan serta menduduki peringkat empat besar dalam Ujian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kenthus yang agak nyeleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu. Maka, pastilah si Kenthus lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.
2. Semua warga RT 5 / RW 3 Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku si gendut lagi pula warga kampung itu juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya baik.
      Apabila kita cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola penalaran yang berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini bermula dari suatu peryataan yang berlaku untuk semua anggota populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan yang mengenai salah satu individu anggota komunitas itu.
     Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir.
  • Silogisme sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif
      Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan-pernyataan ( proposisi yang kemudian disebut premis ) sebagai antesedens ( pengetahuan yang sudah dipahami ) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan ( keputusan baru ) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.
  • Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep-konsep berikut ini :
1. Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyatan kedua disebut premis minor.
2. Dalam silogisme hanya terdapat tiga term ( batasan ), yaitu term I : predikat dalam premis mayor ( B ), term II : predikat dalam premis minor ( C ), dan term III / antara, yaitu term yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor ( A ).
3. Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4. Bila kedua premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan.
5. Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh partikular.
8. Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B
  

  •               Jenis-jenis Silogisme
Berdasarkan bentuknya, silogisme terdiri dari
Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga:
  1. silogisme kategorial.
  2. silogisme hipotetis.
  3. silogisme alternatif dan entimem
1. Silogisme Kategorial
        Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

        Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.Yang perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita tidak demikian nampak, entah di realita pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu.
Dalam hal seperti ini kita perlu menentukan: 
1) kesimpulan apa yang disampaikan.
2) mencari dasar-dasar atau alasan yang dikemukakan sebagai premis-premisnya.
3) menyusun ulang silogisme yang digunakannya; kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme.
     Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat, alasan, atau gagasan yang kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima begitu saja kebenaran / opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat yang kita terima.

Contoh:
PU          = Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
PK           = Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
K             = Akasia membutuhkan air (Konklusi)
Hukum-hukum Silogisme Katagorik.
Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.
Contoh:
PU          = Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
PK           = Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
K             = Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
PU          =  Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
PK           =  Sebagian pejabat korupsi (minor).
K             = Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
Bambang adalah politikus (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
Kucing  bukan bunga mawar  (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.
Contoh:
PU          = Kerbau adalah binatang.(premis 1)
PK           = Kambing  bukan kerbau.(premis 2)
K             = Kambing bukan binatang ?
Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif
Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.
Contoh:
PU          = Bulan itu bersinar di langit.(mayor)
PK           = Januari  adalah bulan.(minor)
K             = Januari bersinar dilangit?
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklUsinya.
Contoh:
Kucing adalah binatang.(premis 1)
Domba adalah binatang.(premis 2)
Beringin adalah tumbuhan.(premis3)
Sawo adalah tumbuhan.(premis4)
            Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya
2.Silogisme Hipotetis
Silogisme hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antesedent.
Contoh:
PU          = Jika hujan saya naik becak.(mayor)
PK           = Sekarang hujan.(minor)
K             = Saya naik becak (konklusi).
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
PU          = Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
PK           = Sekarang bumi telah basah (minor).
K             = Hujan telah turun (konklusi)
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Kegelisahan tidak akan timbul.
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetis Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
  1. Silogisme Alternatif
     Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung  atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Entimen
                Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2) Karena C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detail bagian per bagian yang akan memperbanyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.
Contoh:
1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.
Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor sebagai dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik kesimpulan.


http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/bahasa-indonesia-silogisme-kategorial/
http://bahasaindosugik.blogspot.com/2011/12/silogisme.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar