Istilah dalam silogisme
Kita mungkin, dengan Aristoteles, membedakan istilah tunggal seperti
Socrates dan istilah umum seperti orang Yunani. Aristoteles lebih lanjut
dibedakan (a) istilah yang bisa menjadi subjek predikasi, dan (b)
istilah yang bisa digambarkan tentang orang lain dengan penggunaan
kopula (ini adalah). (Seperti predikasi adalah dikenal sebagai
distributif sebagai lawan non-distributif seperti di Yunani sangat
banyak. Hal ini jelas yang silogisme Aristoteles bekerja hanya untuk
predikasi distributif karena kita tidak bisa alasan Semua Yunani adalah
binatang, binatang yang banyak, oleh karena itu Semua Yunani sangat
banyak ) Dalam pandangan Aristoteles. segi tunggal adalah jenis (a) dan
istilah umum tipe (b). Jadi Pria bisa didasarkan dari Socrates tetapi
Socrates tidak dapat digambarkan tentang apa-apa. Oleh karena itu untuk
memungkinkan istilah yang akan dipertukarkan – yang akan baik dalam
posisi subjek atau predikat proposisi dalam silogisme – syarat harus
istilah umum, atau istilah kategoris karena mereka datang untuk
dipanggil. Akibatnya, proposisi silogisme harus menjadi proposisi
kategoris (baik secara umum) dan hanya menggunakan istilah silogisme
kategoris kemudian disebut silogisme kategoris.
Hal ini jelas bahwa tidak akan mencegah istilah tunggal yang terjadi
dalam silogisme – asalkan selalu dalam posisi subjek – tetapi seperti
silogisme, bahkan jika valid, tidak akan menjadi silogisme kategoris.
Salah satu contoh seperti akan Socrates adalah seorang pria, Semua
manusia fana, oleh karena itu Sokrates adalah fana. Intuitif ini adalah
sebagai berlaku sebagai Semua Yunani adalah laki-laki, semua manusia
fana karena itu semua orang Yunani adalah fana. Untuk berpendapat bahwa
validitas dapat dijelaskan oleh teori silogisme akan perlu untuk
menunjukkan bahwa Sokrates adalah seorang pria adalah setara dengan
proposisi kategoris. Bisa dikatakan Socrates adalah seorang pria adalah
setara dengan Semua yang identik dengan Socrates adalah laki-laki, jadi
non-kategorikal silogisme kita dapat dibenarkan dengan penggunaan
BARBARA di atas dan kemudian mengutip kesetaraan.
Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan
nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut
berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain.
Pola penalaran secara
sederhana dibedakan menjadi dua:1) deduktif.
2) induktif.
Pola
penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara
etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses
penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum /
universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang
lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan
universal ke singular atau individual.
- Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut :
2. Semua warga RT 5 / RW 3 Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku si gendut lagi pula warga kampung itu juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya baik.
Apabila kita cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran
deduktif, yaitu pola penalaran yang berdasar dari pernyataan yang
bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini bermula
dari suatu peryataan yang berlaku untuk semua anggota populasi dari
suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan yang mengenai
salah satu individu anggota komunitas itu.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita
terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau
apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola
deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
untuk menghindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal
bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke
arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila
hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta,
evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan
berpikir.
- Silogisme sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif
Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan
atas pernyataan-pernyataan ( proposisi yang kemudian disebut premis )
sebagai antesedens ( pengetahuan yang sudah dipahami ) hingga akhirnya
membentuk suatu kesimpulan ( keputusan baru ) sebagai konklusi atau
konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan
proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh
karena hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan
silogisme sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.
- Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep-konsep berikut ini :
1. Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyatan kedua disebut premis minor.
2. Dalam silogisme hanya terdapat tiga term ( batasan ), yaitu term I :
predikat dalam premis mayor ( B ), term II : predikat dalam premis minor
( C ), dan term III / antara, yaitu term yang menghubungkan antara
premis mayor dan premis minor ( A ).
3. Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4. Bila kedua premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan.
5. Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh partikular.
8. Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B
3. Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4. Bila kedua premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan.
5. Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh partikular.
8. Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B
- Jenis-jenis Silogisme
Berdasarkan bentuknya, silogisme terdiri dari
- silogisme kategorial.
- silogisme hipotetis.
- silogisme alternatif dan entimem
1. Silogisme Kategorial
Silogisme
kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan
kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis
yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya
menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi
subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term
penengah (middle term).
Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau
termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui
anaknya.Yang perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam
kehidupan sehari-hari kita tidak demikian nampak, entah di realita
pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, radio, televisi,
dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau mendengarkan atau
menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat
dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai
seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu.
Dalam hal seperti ini kita perlu menentukan:
Dalam hal seperti ini kita perlu menentukan:
1) kesimpulan apa yang
disampaikan.
2) mencari dasar-dasar atau alasan yang dikemukakan sebagai
premis-premisnya.
3) menyusun ulang silogisme yang digunakannya;
kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme.
Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap
argumen, pendapat, alasan, atau gagasan yang kita baca atau dengar.
Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir ke arah
yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima begitu saja kebenaran /
opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita
mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat yang
kita terima.
Contoh:
PU = Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
PK = Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
K = Akasia membutuhkan air (Konklusi)
Hukum-hukum Silogisme Katagorik.
Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.
Contoh:
PU = Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
PK = Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
K = Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
PU = Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
PK = Sebagian pejabat korupsi (minor).
K = Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
Bambang adalah politikus (premis 2).
Kedua
premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka
kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang
mungkin tidak jujur (konklusi).
Apabila
kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan.
Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua
proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya
positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
Kucing bukan bunga mawar (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
Apabila
term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah
diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini
berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang
melata.
Term-predikat
dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada
premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.
Contoh:
PU = Kerbau adalah binatang.(premis 1)
PK = Kambing bukan kerbau.(premis 2)
K = Kambing bukan binatang ?
Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif
Term
penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis
minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.
Contoh:
PU = Bulan itu bersinar di langit.(mayor)
PK = Januari adalah bulan.(minor)
K = Januari bersinar dilangit?
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklUsinya.
Contoh:
Kucing adalah binatang.(premis 1)
Domba adalah binatang.(premis 2)
Beringin adalah tumbuhan.(premis3)
Sawo adalah tumbuhan.(premis4)
Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya
Silogisme
hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi
hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4
(empat) macam tipe silogisme hipotetik:
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antesedent.
Contoh:
PU = Jika hujan saya naik becak.(mayor)
PK = Sekarang hujan.(minor)
K = Saya naik becak (konklusi).
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
PU = Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
PK = Sekarang bumi telah basah (minor).
K = Hujan telah turun (konklusi)
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
∴ Kegelisahan tidak akan timbul.
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
∴ Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Hukum-hukum
Silogisme Hipotetis Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh
lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting
menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan
pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan
konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
- Silogisme Alternatif
Silogisme
alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya
membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak
alternatif yang lain. Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Entimen
Silogisme
ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan
maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format
yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme
ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2) Karena
C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format
yang lebih detail bagian per bagian yang akan memperbanyak gagasan dan
konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini.
Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternatif
mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.
Contoh:
1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.
1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.
Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian
silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat
validitas-validitas premis, terutama premis mayor sebagai dasar
bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik kesimpulan.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/bahasa-indonesia-silogisme-kategorial/
http://bahasaindosugik.blogspot.com/2011/12/silogisme.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar